Sunday, December 5

Dinding Malam Rumah Kita





kali ini,
aku mengikis langitlangit sunyi dengan sebilah rindu, dan kelak, aku bisa meletakan namamu diantara jejakjejak hujan yang tertinggal di awan

kekasihku,
kitalah sajaksajak tua diantara pucukpucuk kemboja,

dan aku sengaja meletakan doa diantara ranahranah dalam keningmu,

kalaukalau kau lupa jalan pulang
menuju rumah kita
sementara saat ini,

hujan telah mengikis perlahan atap rumah

yang kita buat perlahan dengan doadoa purnama
membawa aroma layu kepada batangbatang kayu tua penyangga dindingdindingnya
lelayu perlahan,
melayu perlahan,

dan kini rapuh
hanya menyisakan puingpuing batu,
kerap aku masih menyimpan serpihan dari dinding itu,

kalaukalau aku juga lupa tetapak untuk pulang nanti
kerap aku masih menyiumi namamu,
yang kau hembuskan ke dalam bibirku

kalaukalau aku masih memandang merah purnama
dari celah jendela rumah kita
dan kini,
aku hanya bisa melihatmu
diantara temboktembok runtuh

merajut dalam sepi juga berbicara dengan bisu

kali ini,
aku mengikis langitlangit sunyi dengan sebilah rindu dan kelak, aku bisa meletakan sepotong malam diantara jejakjejak hujan yang tertinggal di awan

( 2009-2010, Saat senja memecah di Kuta berlanjut ketika hujan mengikis perlahan langit malam )

No comments:

Post a Comment